Kamis, 31 Maret 2016

karya sastra modern dan klasik



APA ITU SASTRA ?
Asul-usul untuk mendefinisikan “sastra” tak terbilang jumlah, tetapi usul-usul yang
memuaskan tidak banyak. sastra bukanlah sebuah benda yang kita jumpai, sastra adalah
sebuah nama yang dengan alasan tertentu diberikan kepada sejumlah hasil tertentu dalam
suatu lingkungan kebudayaan. Kamil ebih suka menyebut sejumlah faktor yang dewasa ini
mendorong para pembaca untuk menyebut teks ini sastra dan teks ini bukan sastra.
Pengertian tentang sastra yang berlaku pada zaman romantik tidak merupakan suatu
kesatuan. Tidak semua tokoh romantik mempunyai pendapat yang sama mengenai sastra.
Sekali pun demikian kita dapat menyebut beberapa ciri yang selalu muncul kembali.
a)      Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan pertama-tama sebuah imitasi.
seniman menciptakan sebuah dunia baru, meneruskan proses penciptaan di dalam semesta Sang ini, bahkan menyempurnakannya. Sastra terutama merupakan suatu luapan emosi yang spontan.    
b)      Sastra bersifat otonom, tidak mengacu kepada sesuatu yang lain.
 Sastra tidak bersifat komunikatif. Sang penyair hanya mencari keselarasan di dalam karyanya sendiri.
c)       Sastra mengungkapkan yang tak terungkap.
 Oleh puisi dan bentuk-bentuk sastra lainnya ditimbulkan aneka macam asosiasi dan konotasi. Dalam sebuah teks sastra kita jumpai dengan sederetan arti yang dalam bahasa sehari-hari tak dapat diungkapkan.

MENGAPA SUATU TEKS DISEBUT TEKS SASTRA ?
Sebuah teks bersifat sastra bila ia berfungsi sebagai sastra, yaitu bila sekelompok
pembaca, termasuk si peneliti,membaa ca teks itu sebagai hasil sastra. Ada pendapat-pendapat
lain yang menganggap unsur foregrounding, menekankan teks sendiri, sebagai ciri khas bagi
sastra. Dalam pandangan ini isi atau fungsi referensial diikut sertakan.
Jakobson sendiri selalu menekankan bahwa dalam setiap ungkapan bahasa, juga dalam
sebuah teks, semua faktor dari modul komunikasi harus diikut sertakan. dominansi salah satu
fungsi menentukan dalam golongan mana teks yang bersangkutan harus ditempatkan.

KARAKTERISTIK TEKS SASTRA
1)      Sastra memiliki tafsiran mimesis
artinya sastra yang diciptakan harus mencerminkan kenyataan atau dapat dikatakan sastraitu karya seni yang lahir berdasarkan pemikiran, pengalaman pribadi, semangat dan keyakinan dalam diri manusia lalu diapresiasikan melalui tulisan yang melalui makna bahasa
yang  indah.
2)      Sastra harus memiliki manfaat
Artinya dalam menciptakan sastra, sastra tersebut harus memiliki manfaat bagi para
penikmatnya. Suatu sastra akan memiliki kesan tersendiri apabila memiliki manfaat.
3)      Adanya unsur fiksionalitas dalam sastra
Unsur fiksionalitas adalah cerminan kenyataan. Artinya karya sastra yang tidak dibuat-buat, karena karya sasta yang lahir dari sebuah kenyataan mengandung nilai seni yag tinggi,
memiliki  makna  dari  kehidupan  yang  nyata.
4)      Pemahaman bahwa karya sastra merupakan sebuah karya seni
Jadi adanya karakteristik sebagai seni kita dapat membedakan karya yang termasuk sastra dan bukan sastra.

Setelah memahami dari 4 karakteristik tersebut dapat disimpulkan bahwa sastra harus
bertumpu pada kenyataan, karena sastra bagian dari masyarakat. Hal ini mengidentifikasikan
bahwa sastra yang ditulis pada kurun waktu tertentu memiliki tanda-tanda yang kurang lebih
sama dengan norma adat atau kebiasaan yang lahir bersamaan dengan hadirnya sebuah
karya  sastra.

BAHAN BAKU TEKS SASTRA
Seorang pengarang atau sastrawan dalam pembuatan karya sastra Juga perlu
mengolah bahan baku untuk menghasilkan karya sastra. bahan baku karya sastra adalah
bahasa. Sastrawan mengolah bahasa agar menjadi indah dan bernilai seni. Sebab,
keindahan itulah yang menyebabkan karya sastra disebut karya seni, yaitu seni sastra.
Cara sastrawan menggunakan bahasa untuk menulis karya sastra berbeda dengan
cara penulis lain untuk menghasilkan karya ilmiah. Penulis karya ilmiah bertujuan
menyampaikan gagasan kepada pembaca. Karena itu, kata-kata yang dipilih dalam
rakitan kalimatnya dibuat sedemikian rupa agar pembaca karya ilmiah dapat cepat
menangkap dan memahami gagasan penulis. Lain halnya dengan sastrawan. Sastrawan
menulis bukan hanya untuk menyampaikan gagasan kepada pembaca, melainkan juga
menyampaikan perasaannya.


PERKEMBANGAN DEFINISI TEKS SASTRA
Yang dimaksud dengan teks sastra adalah teks-teks yang disusun dengan tujuan
artistik dengan menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan
dan bahasa tulis. Oleh karena itu, ada sastra lisan dan ada pula sastra tulis.
Kajian ini berfokus pada kajian sastra tulis. Teks sastra berdasarkan ragamnya
terdiri atas beberapa genre. Klasifikasi genre sastra itu didasarkan atas dasar kategori situasi bahasa. Berdasarkan situasi bahasa itulah sastra diklasifikasikan atas teks puisi, teks
naratif atau prosa, dan teks drama.


BAHASA SASTRA VS BAHASA KESEHARIAN
Bahasa sastra menggunakan bahasa kedua, sedangkan bahasa ke seharian
menggunakan bahasa pertama. Karena bahasa sastra adalah bahasa yang digunkan oleh
para sastrawan untuk membuat beberapa buku, menggunakan bahasa baku, dan pemilihan
beberapa kata dan kalimat. Sedangkan bahasa keseharian menggunakan bahasa yang
tidak menggunakan bahasa baku atau bahasa percakapan yang sering dilakukan oleh
orang lain atau masyarakat.


BAHASA SASTRA VS BAHASA ILMIAH
Karya sastra dapat dinikmati sampai kapanpun meskipun berbeda zaman , karena
terkandung nilai-nilai yang masih relevan untuk dipelajari atau dipraktikkan. Sedangkan
nonsastra (ilmiah) akan berkembang terus menerus dari waktu ke waktu. Bahasa sastra
adalah bahasa yang bersifat khayal/imajinatif atau subjektif karena sastra dciptakan oleh
pengarang, dan pengarang tersebut memiliki hak penuh dalam menciptakan suatu karya
sastra. Sedangkan bahasa ilmiah (nonsastra yang lebih bersifat nyata atau objektif).
Karena hasil karya imliah dapat diperoleh berdasarkan fakta-fakta yang sudah ada dan
disepakati kebenarannya secara umum.

KARAKTERISTIK BAHAN BAKU TEKS SASTRA
Karakteristik bahasa memiliki bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan konteks
penggunaannya. Purwadarminto membedakan bahasa menjadi beberapa macam yaitu,
ragam bahasa umum dan ragam bahasa khusus. Ragam bahasa umum adalah ragam
bahasa yang biasa digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari oleh manusia dalam suatu
masyarakat. Ragam bahasa khusus dikelompokan menjadi beberapa macam, yaitu ragam
bahasa jurnalistik, ragam bahasa jabatan, ragam bahasa ilmiah, dan ragam bahasa sastra.
Semuanya memiliki karakteristik atau ciri-ciri yang berbeda-beda. Misalnya, ragam
bahasa jurnalistik memiliki ciri-ciri singkat, padat, sederhana, lugas, jelas, jernih,
menarik, demokratis, populis, logis, gramatikal, menghindari kata tutur, menghindari kata
dan istilah asing, pilihan kata (diksi) yang tepat, menggunakan kalimat aktif, menghindari
kata atau istilah teknis, dan tunduk pada etika dan kaidah yang berlaku di masyarakat.


HAKIKAT FUNGSI SASTRA
Dalam menciptakan sebuah karya sastra memiliki fungsi yang bertujuan bagi para pembaca
Dan  pendengar.  Fungsi   karya  sastra  adalah  sebagai  berikut...
· Fungsi rekreatif adalah memberikan kesangan atau hiburan bagi pembacanya 
· Fungsi didaktfi adalah memberikan wawasan pengetahuan mengenai seluk-beluk
Kehidupan  manusia  bagi  pembacanya
· Fungsi estetis adalah sastra mampu memberikan keindahan pembacanya
· Fungsi moralitas adalah memberikan pengetahuan bagi pembacanya mengenai moral
yang  baik  dan  buruk.
· Fungsi religius adalah sastra menghadirkan karya yang didalamnya mengandung ajaran
agama  yang  diteladani  oleh  pembacanya.  

KAIDAH DULCE ET UTILE SUATU KARYA SASTRA
Sejarah estetika dapat dilihat sebagai suatu dialektika. Tesis dan kontratesisnya adalah konsep
Horace dulce dan utile: puisi itu indah dan berguna. Kalau dilihat secara terpisah, kedua kata sifat ini
memberikan gambaran yang keliru tentang fungsi sastra. Pandangan bahwa puisi itu menghibur,
bertentangan dengan pandangan bahwa puisi mengajarkan sesuatu. Pandangan bahwa puisi adalah
propaganda, bertentangan dengan pandangan bahwa puisi semata-mata permainan bunyi dan citra,
tanpa acuan dunia nyata. Kalau kita menganggap puisi sebagai kegiatan main-main , berarti kita tidak
menghargai ketekunan, keahlian dan perencanaan sungguh-sungguh penyairnya dan kita tidak
menganggap puisi sebagai karya yang serius dan penting. Jadi, fungsi seni harus dikaitkan pada dulce
maupun  pada  utile.
karya sastra menurut Horace dalam Teeuw (1998:8)  bersifat “Dulce et Utile” yang berarti
menyenangkan dan bermanfaat. Dalam karya sastra yang  baik, pembaca akan mendapatkan
kesenangan dan kegunaan yang diberikan oleh karya sastra yang berupa keindahan dan pengalaman- pengalaman yang bernilai tinggi baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Darma (2004:
9-10), Horace menganggap, karya seni yang baik, termasuk sastra, selalu memenuhi dua butir criteria,
yaitu dulce et utile, artinya sastra harus bagus, menarik, memberi kenikmatan. Di samping itu sastra
harus memberi manfaat atau kegunaan, yaitu kekayaan batin, wawasan kehidupan, dan moral.


PENJABARAN KARYA SASTRA BERSIFAT MENGHIBUR dan BERMANFAAT
dikaitkan dengan kondisi kontemporer  Segi manfaat sastra tidak terletak pada ajaran-ajaran moralnya. Le bossu mengira homer menulis lliad untuk itu, bahkan hegel juga menemukan hal yang sama dalam drama-tragedi kesukaannya, Antigone. “Bermanfaat” dalam arti luas sama dengan “tidak membunga-buang waktu”, bukan sekedar  “kegiatan iseng” jadi, sesuatu yang perlu mendapat perhatian serius. “menghibur” sama dengan “tidak membosankan”, “bukan kewajiban” dan “ memberikan kesenangan”. Kita bisa mengatakan bahwa semua karya seni ”manis” dan sekaligus “bermanfaat” bagi setiap penikmatnya: bahwa perenungan yang diberikan oleh seni lebih dahsyat dari perenungan yang dapat dilakukan sendiri oleh masing-masing penikmat seni.pengertian seni mengartikulasikan perenungan itu memberikan rasa senang, dan pengalaman mengikuti artikulasi itu memberikan rasa lepas. Kalau suatu karya sastra berfungsi sesuai dengan sifatnya, kedua segi tadi (kesenangan dan manfaat) buka hanya harus ada, melainkan harus saling mengisi. Kesenangan yang diperoleh dari sastra bukan seperti kesengangan fisik lainnya, melainkan kesenangan yang lebih tinggi, yaitu kontemplasi yang tidak mencari keuntungan. Sedangkan manfaatnya - keseriusan, bersifat didaktis -adalah keseriusan yang menyenangkan dan keseriusan estetis.

GENRE SASTRA MODERN
Genre dapat dipahami sebagai suatu macam atau tipe kesastraan yang memiliki seperangkat karakteristik umum, atau kategori pengelompokan karya sastra yang biasanya berdasarkan style, bentuk, atau isi. Istilah genre perlu diterapkan untuk pembagian jenis secara historis menjadi tragedy dan komedi. Plato dan aristoteles telah membagi ketiga kategori modern menurut “cara menirukan” (atau mewujudkan): puisi lirik adalah pesona penyair seendiri, dalam puisi epik (atau novel) pengarang berbicara sebagai dirinya sendiri, sebagai narator, dan membuat para tokohnya berbicara dalam wacana langsung (naratif campuran), sedangkan dalam drama, pengarang menghilang dibalik tokoh-tokohnya. Genre harus dilihat sebagai pengelompokan karya sastra, yang secara teoretis didasarkan pada bentuk luar (mantra atau struktur terrtentu) dan pada bentuk dalam (sikap, nada, tujuan, dan yang lebih kasar, isi, dan khayalak pembaca). Kita mungkin cenderung untuk tidak melanjutkan sejarah genre setelah abad ke-18, karena setelah abad ke-18, orang tidak mengharapkan lagi bahwa puisi di buat dengan struktur pola yang berulang.

KARAKTERISTIK SASTRA MODERN
Ciri-ciri sastra modern antara lain :
1) Tidak terikat oleh adat istiadat atau lebih fleksibel
2) Tema ceritanya rasional
3) Proses perkembangannya dinamis, yaitu melalui media cetak dan audiovisual
4) Tidak terikat dengan kaidah buku dan menggunakan bahasa yang lebih bebas
5) Mencantumkan nama pengarangnya
6) Berhubungan dengan kondisi social masyarakat


 PEMBAGIAN GENRE SASTRA MODERN BERDASARKAN BERBAGAI
PENDAPAT PAKAR SASTRA

Ø Teeuw (1984: 110-113) juga mencatat pendapat beberapa pakar yang mempermasalahkan dinamika  jenis sastra, sebagai berikut :
· Menurut Culler, pada asasnya fungsi konvensi jenis sastra ialah mengadakan perjanjian antara
penulis dan pembaca, agar terpenuhi harapan tertentu yang relevan, dan dengan demikian
dimungkinkan sekaligus penyesuaian dengan dan penyimpangan dari ragam keterpahaman yang
telah diterima.
· Menurut Todorov, batasan jenis sastra oleh karena itu merupakan suatu kian kemari yang terus
menerus antara deskripsi fakta-fakta dan abstraksi teori. setiap karya agung, per definisi,
menciptakan jenis sastranya sendiri. Setiap karya agung menetapkan terwujudnya dua jenis,
kenyataan dan norma, norma jenis yang dilampauinya yang menguasai sastra sebelumnya, dan
norma jenis yang diciptakannya.
· Menurut Claudio Guillen, jenis sastra adalah undangan atau tantangan untuk melahirkan wujud.
Konsep jenis memandang ke depan dan ke belakang sekaligus. Ke belakang ke karya sastra yang
sudah ada dan ke depan ke calon penulis.
· Demikian juga menurut Hans Robert Jausz, bahwa jenis sastra per definisi tidak bisa hidup untuk
selamanya, karya agung justru melampaui batas konvensi yang berlaku dan membuka
kemungkinan baru untuk perkembangan jenis sastra. Jenis sastra bukanlah sistem yang beku,
kaku, tetapi berubah terus, luwes dan lincah. Peneliti sastra harus mengikuti perkembangan itu
dalam penelitiannya. Teeuw menambahkan bahwa dalam penelitian sistem jenis sastra, tidak
ada garis pemisah yang jelas antara pendekatan diakronik dan sinkronik: karya sastra selalu
berada dalam ketegangan dengan karya-karya yang diciptakan sebelumnya.

Ø Asia Padmopuspito (1991: 2) mengutip beberapa definisi genre sastra dari beberapa pakar sastra, antara lain sebagai berikut :
· Menurut Shipley, genre adalah jenis atau kelas yang di dalamnya termasuk karya sastra. Hasry
Shaw menyatakan bahwa genre adalah kategori atau kelas usaha seni yang memiliki bentuk,
teknik atau isi khusus. Di antara genre dalam sastra termasuk novel, cerita pendek, esai, epik,
dsb.
· Menurut Hirsch, cara terbaik untuk mendefinisikan genre ialah dengan melukiskan unsur-unsur
di dalam kelompok teks sempit yang mempunyai hubungan sejarah secara langsung.




 CONTOH-CONTOH TEKS SASTRA MODERN
1) Puisi adalah, karya estetis yang bermakna, yang mempunyai arti, bukan hanya sesuatu
yang  kosong  tanpa  makna.
2) Drama adalah, karangan yang menggambarkan kehidupan dan watak manusia dalam bertingkah
laku yang dipentaskan dalam beberapa babak. Seni drama sering disebut seni teater.
3) Cerpen adalah, karangan pendek berbentuk prosa. Dalam cerpen dikisahkan sepenggal
kehidupan tokoh, baik yang mengharukan, menyedihkan. menggembirakan, atau berupa
pertikaian dan mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan.


SITUASI BAHASA GENRE SASTRA MODERN
Dalam masyarakat modern sastra makin dilepaskan dari situasi komunikasi yang normal. Sastra menjadi urusan si pembaca secara sangat individual; buku adalah sesuatu yang dibaca, dinikmati, dinilai sendiri saja. Sastra adalah tulisan, ecriture, perkembangan sastra modern sangat dipengaruhi oleh perkembangan melek huruf. Obiechina, seorang ahli sastra Afrika Barat dalam analisa roman-roman Afrika Barat memberikan kupasan yang sangat baik tentang pengaruh melek huruf atas perkembangan novel sebagai jenis sastra. kemungkinan dan keperluan untuk menyimpang dan mengejutkan dalam sastra tulisan besar. Dapat dikatakan bahwa secara umum yang menjadi kriteria nilai yang tertinggi dalam dunia modern adalah yang baru. Semua baik, asal baru (bandingkanlah dunia periklanan yang mengeksploitasi kebutuhan manusia modern akan yang baru). Akibatnya dalam sastra modern kebebasan dan kebutuhan para seniman untuk merombak sistem sastra jauh lebih besar dan lebih radikal (yakni sampai akarnya) dari pada di jaman lampau. Sistem itu sendiri tidak jelas lagi, kabur dan kacau batasnya, demikian pula batas-batas jenis sastra. Hal itu jelas kelihatan di Indonesia; cerpen mini Arswendo Atmowiloto dan kawan-kawan, yang bukan cerpen lagi, sajak Sutardji Calzoum Bachri dan Sapardi Djoko Damono yang bukan sajak lagi, drama-drama yang sengaja dibebasskan dari “beban cerita”, dari rangka sastra (Ikranagara), roman yang bukan roman lagi, (Iwan Simatupang). Situasi ini menjadi lebih ruwet lagi oleh karena makin lama makin banyak pengarang yang menjadi ahli teori sasstra dan sebaliknya, pengarang sekarang secara insaf dan sadar merombak sistem, membebaskan diri dari ikatan konvensi, dari ikatan sistem bahasa dan sastra. Dimana-mana interaksi antara praktek sastra dan teori sastra makin erat dan kuat.

GENRE SASTRA KLASIK NUSANTARA
sastra Melayu klasik memeliki heterogenitas dalam sisi fungsional terhadap para pembaca. Dalam kesusastraan melayu klasik terjadi sebuah perkembangan sastra yang cukup pesat. Diantara beberapa karya sastra melayu klasik yang dapat digolongkan dalam lingkup faedah adalah dari beberapa genre sastra sebagai berikut : hikayat berbingkai, hikayat bahtiar, hikayat pelanduk jenaka, karya sastra tersebut bertujuan untuk membimbing tingkah laku orang melayu secara benar. Ada tiga aspek yang bisa dibedakan dari masing-masing karya sastra ditinjau dari aspek resepsinya terhadap pembaca.
          1.            aspek estetika atau keindahan
 karya sastra bisa dikatakan memiliki aspek estetika jika sastra tersebut mampu membangkitkan keseimbangan perasaan dalam jiwa pembacanya, dengan jalan mempengaruhinya melalui keindahan yang inheren pada struktur verbal dan struktur mental karangan sastra, melalui keindahan bunyi dan isinya.
          2.            aspek faedah atau didaktis
 karya sastra bisa dikatakan memiliki aspek faedah atau didaktis jika sastra tersebut mampu mempengaruhi akal pikiran pembacanya, mampu menggiring pikiran pembaca.
          3.            aspek kesempurnaan rohani
karya sastra bisa dikatakan memiliki aspek faedah atau didaktis jika sastra tersebut mampu meneguhkan iman pembaca, menjelaskan hukum agama, dogma dan metafisika Islam kepadanya, sehingga pembaca menjadi lebih baik keteguhan imannya.
Pemaparan yang telah disajikan dalam makalah ini juga menunjukkan bahwa kesusastraan Melayu klasik mengalami perkembangan yang sangat pesat. Muli dari proses tarnsisi budayanya dari hinduisme-budhiesme menuju Islam. Kesusastraan Melayu klasik mencapai puncak keemasannya sejalan dengan berkembang pesatnya ajaran Islam di Nusantara. Dari berbagai karya sastra yang dihasilkan, karya sastra yang bercorak tasawuf lebih mendonisasi, baik sastra prosa maupun puisi. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh Islam khususnya tasawuf dalam diri para sastrawan Melayu klasik.

KARAKTERISTIK SASTRA KLASIK NUSANTARA
Ciri umum pada Sastra melayu klasik :
1.       mayoritas hasil sastranya merupakan saduran atau terjemahan dari sastra Arab dan Parsi, biasanya dikerjakan oleh ulama Nusantara yang belajar ke mekkah, atau pedagang yang telah menetap lama di Nusantara.
2.        kebanyakan tidak menyebutkan tanggal, waktu, maupun pengarangnya, hal inilah yang menjadi kendala dalam merekonstruksinya dari awal sampai akhir. Tetapi, sastra tersebut masih dapat diidentifikasi lewat huruf, gaya bahasa, dan latar kejadian.
3.        karya sastra melayu klasik yang muncul pada zaman kesultanan ini umumnya membawa corak Tasawuf, al-Attas (1972) menyatakan bahwa dalam karya-karya mereka, Islam yang dihadirkan adalah Islam yang ditafsirkan mengikuti konsep-konsep Metafisika dan Teologi Sufi.
4.       Bersifat lisan
5.       Bersifat istana sentris, bersumber dari kehidupan istana atau para raja
6.       Penyebarannya secara lisan

CONTOH TEKS/LISAN SASTRA KLASIK NUSANTARA
1.       Talibun
sejenis puisi lama seperti pantun karena mempunyai sampiran dan isi, tetapi lebih dari 4 baris ( mulai dari 6 baris hingga 20 baris). Berirama abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde, dstnya.
Contoh :                                                                                                               
 jalan-jalan membeli celana
celana dibeli model terkini
kubawanya dengan erat
kini engkau jauh di sana
sedih terasa hati ini
menahan rindu begitu berat
2.         Karmina
 jenis pantun singkat yang terdiri hanya 2 baris saja. Pantun karmina berpola a-a.
contoh :
pohon jati burung dara
hati-hati banyak bicara

SITUASI GENRE SASTRA KLASIK NUSANTARA
Sastra Melayu atau Kesusastraan Melayu adalah sastra yang hidup dan berkembang di kawasan Melayu. Sastra Melayu mengalami perkembangan dan penciptaan yang saling mempengaruhi antara satu periode dengan periode yang lain. Situasi masyarakat pada jaman sebelum Hindu, jaman Hindu, jaman peralihan dari Hindu ke Islam, dan jaman Islam, berpengaruh kuat pada hasil-hasil karya sastra Melayu. Terjadi hubungan yang erat antara tahap perkembangan, kehadiran genre, dan faktor lain di luar karya sastra.
Sastra Melayu berkembang pesat pada jaman Islam dan sesudahnya, karena tema-tema yang diangkat seputar kehidupan masyarakat Melayu, meskipun beberapa ada pengaruh asing. Sebelum jaman Islam, konteks penceritaannya lebih berorientasi ke wilayah di luar Melayu, yaitu India dengan latar belakang kebudayaan Hindu.
Yang dimaksud dengan Sastra Melayu Klasik adalah sastra yang hidup dan berkembang di daerah Melayu pada masa sebelum dan sesudah Islam hingga mendekati tahun 1920-an di masa Balai Pustaka. Masa sesudah Islam merupakan zaman dimana sastra Melayu berkembang begitu pesat karena pada masa itu banyak tokoh Islam yang mengembangkan sastra Melayu.
Kesusastraan Melayu sebelum Islam tidak ada nuansa Islam sama sekali dan bentuknya adalah sastra lisan. Isi dan bentuk sastranya lebih banyak bernuansa animisme, dinamisme, dan Hindu-Budha, dan semua hasil karya tersebut dituangkan dalam bentuk prosa dan puisi. Untuk puisi, tampak tertuang ke dalam wujud pantun, peribahasa, teka-teki, talibun, dan mantra. Bentuk yang terakhir ini (mantra), sering dikenal dengan jampi serapah, sembur, dan seru. Sedangkan bentuk prosa, tampak tertuang dalam wujud cerita rakyat yang berisi cerita-cerita sederhana dan berwujud memorat (legenda alam gaib yang merupakan pengetahuan pribadi seseorang), fantasi yang berhubungan dengan makhluk-makhluk halus, hantu dan jembalang.
Perkembangan kesusastraan Melayu sesudah kedatangan Islam ditandai dengan penggunaan Huruf Arab yang kemudian disebut Tulisan Jawi atau Huruf Jawi, yang dalam perkembangannya dikenal dengan istilah Arab Melayu. Hal ini dikarenakan masyarakat Melayu merasa bahwa tulisan tersebut telah menjadi milik dan identitasnya. Huruf Jawi ini diperkenalkan oleh para pendakwah Islam untuk membaca al-Qur`an dan menelaah berbagai jenis kitab dari berbagai disiplin ilmu. Perkembangan penulisan ini sangat pesat karena Islam memperbolehkan semua orang untuk menulis dalam berbagai bidang.

ALIRAN KLASIK
Aliran Klasik adalah aliran yang menampilkan gambar secara klasik, serta memiliki karakter dan ciri tersendiri. Aliran Klasik banyak terpampang di nusantara maupun di mancanegara. Aliran ini biasanya mengacu pada Yunani dan Romawi. Awal mula aliran klasik ini muncul di Eropa, sekitar tahun 3000 SM sampai abat 17 dan 18 yaitu pada zaman Yunani hingga zaman Barok dan Rokoko dengan adanya gaya arsitektur klasik Eropa. 
Aliran klasikisme ini sangat diminati dikarenakan memiliki arsitektur unik, klasik dan dianggap sebagai arsitektur yang bermutu tinggi, sehingga gaya baru ( neo klasikisme ) seakan hilang dan aliran klasikisme semakin kuat.
Ciri - ciri :
  • Lukisan terikat pada norma-norma intelektual akademis.
  • Bentuk selalu seimbang dan harmonis.
  • Batasan-batasan warna bersifat bersih dan statis.
  • Raut muka tenang dan berkesan agung.
  • Berisi cerita lingkungan istana.
  • Cenderung dilebih-lebihkan.
Tokoh - Tokoh :
  • Bartholome Vignon ( 1762 – 1846 )
  • Leonardo Da Vinci
  • Michel Angelo
  • Jaques Lovis David ( 1974 – 1825 )
  • Jan Ingles ( 1780 – 1867 )

ALIRAN ROMANTIK
Aliran romantik adalah sebuah gerakan seni, sastra dan intelektual yang berasal dari Eropa Barat abad ke-18 pada masa Revolusi Industri. Gerakan ini sebagian merupakan revolusi melawan norma-norma kebangsawanan, sosial dan politik dari periode pencerahan dan reaksi terhadap rasionalisasi terhadap alam, dalam seni dan sastra.
Kata Romantik ada hubungannya dengan arti asli yang disandang oleh kata roman di Abad pertengahan, ialah suatu cerita dalam bahasa rakyat yaitu “bahasa roman”. Roman abad pertengahan terutama berupa cerita kesatria, kebanyakan ditulis dalam bentuk sajak. Setelah beberapa waktu ciri-ciri yang menandai cerita ini bergeser manjadi: kejadian-kejadian tegang dan sering manjadi tidak masuk akal serta perasaan luhur tentang kehormatan dan cerita “kebangsawanan” yang langsung di hubungkan dengan pengertian “roman” dan “romantik.
Dimana Romantik dimulai? Ada yang berpendapat lahirnya di Inggris, tetapi ada juga yang berpendapat di Jerman. Tetapi orang sepakat, bahwa yang disebut sebagai Bapak Gerakan Romantik yaitu Jean-Jacques Rosseu (1712-1778) seorang filsuf prancis kelahiran Jenewa, Swiss. Ayahnya seorang pengrajin arloji. Riwayat hidupnya sangat dramatis, penuh gejolak emosional dan petualangan. Filsuf ini berkelana kemana-mana, menulis karya-karya yang membuatnya dicurigai karena wataknnya yang tidak stabil, mudah menangis dan gampang curiga. Roman ciptaannya yang terkenal adalah La Nouvelle Heloise.

ALIRAN REALISME
Aliran ini mengutamakan realitas kehidupan. Sastra realis merupakan kutub seberang dari sastra imajis. Apa yang diungkapkan para pengarang realis adalah hal-hal yang nyata, yang pernah terjadi, bukan imajinatif belaka. Biografi, otobiografi, true-story, album kisah nyata, roman sejarah, bisa kita masukkan ke sini. Sastra realis juga berbeda dengan berita surat kabar atau laporan kejadian, karena ia tidak semata-mata realistik. Sebagai karya sastra, ia pun dihidupkan oleh pijar imajinasi dan plastis bahasa yang memikat.
Novel “Fatimah“ karya Titie Said, “Rindu Ibu adalah Rinduku” karya Motinggo Boesye, “Bilik-bilik Muhammad” karya A.R.Baswedan, skenario  “Arie Anggara“ karya Arswendo Atmowiloto, novel biografis “Pangeran dari Seberang“ karya N.H.Dini tentang Amir Hamzah, novel “Dari Hari ke Hari“ Mahbub Junaidi, “ Guruku Orang Pesantren “ Syaifuddin Zuhri merupakan sekadar contoh sastra realis ini. Ia berusaha berjujur terhadap kenyataan, tetapi hal-hal yang peka, diungkapkan dengan cukup etis dan sublim. M.H. Abrams dalam kamusnya “ Glossary of Literary Terms “ menyebutkan bahwa realisme digunakan dalam 2 pengertian :
a.       Untuk mengidentifikasi gerakan sastra pada abad XIX, khususnya prosa fiksi.
b.      Menunjukkan cara penggambaran kehidupan di dalam sastra. Fiksi realistik sering dioposisikan dengan fiksi romantik. Di dalam romantik disajikan kehidupan yang lebih indah, lebih berani mengambil resiko, dan lebih heroik, dari pada yang nyata.

ALIRAN MODERNISME
Modernisme di Indonesia sendiri bermula dari kaum pergerakan atau awal mula pergerakan nasional. Dalam kaitannya dengan sastra Indonesia, perkembangan sastra modern diawali dengan terbitnya lewat novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar. Karya-karya awal yang mengandung unsur modernisme juga dapat kita lihat misalnya dalam Layar Terkembang karangan Sutan Takdir Alisjahbana dan Belenggu karangan Armijn Pane.
Layar Terkembang mengangkat tentang berbagai masalah wanita Indonesia, perlunya kesadaran wanita dalam memperjuangkan kesetaraan gender, serta banyak memperkenalkan masalah-masalah baru tentang perbenturan kebudayaan barat dan kebudayaan timur. Meski, ada kecenderungan bahwa ajakan modernitas STA dalam Layar Terkembang cenderung bersifat slogan, sedangkan konsep modernisme Armijn Pane dalam Belenggu lebih merupakan pemaknaan.
Sutan Takdir Alisjahbana adalah tokoh modernisme terpenting pada masa Pujangga Baru. Modernisme, Universalisme, serta Humanisme memang menjadi mainstream pemikiran saat itu, hingga kemudian dimulailah proyek modernisme di Indonesia baik oleh para pemimpin bangsa maupun para sastrawan Indonesia. Sastra harusnya menyuarakan semangat zaman dan melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan semangat modernisme.
Pemahaman para sastrawan Indonesia mengenai modernisme ini sendiri telah memunculkan dua buah mazhab sastra yakni sastra universalisme, dengan tokoh-tokohnya, Chairil Anwar dan Armiyn Pane, dan sastra yang bersumber dari tradisi, dengan tokohnya Ajip Rosidi dan WS Rendra. Meski, dalam satu mahzab itu pun sebenarnya para tokohnya juga tidak memiliki pemahaman yang sepenuhnya sama, misal antara, Ajip Rosidi dan WS Rendra. Namun, yang sering tidak terbaca oleh sejarah kesusastraan Indonesia adalah sebuah aliran lain, kutub yang ketiga dalam sastra Indonesia. Kutub inilah yang merupakan awal mula pelopor realisme sosial seperti yang terlihat dalam esai-esai A.S. Dharta.
Ciri umum modernisme adalah berfikir secara positivistik atau absolut, mengutamakan universalitas nilai, memandang kebenaran bersifat tunggal, semua dipandang dengan oposisi benar, serta pemaknaan terhadap sesuatu yang cenderung merupakan dalil baku. Dalam sastra Indonesia, karya sastra yang bercorak modern biasanya bersifat universal, tidak terikat oleh ruang dan waktu. Hal ini erat kaitannya dengan asas Pujangga Baru, yaitu humanisme universal. Persoalan yang diangkat dalam karya sastra adalah persoalan semua orang kapanpun dan dimanapun. Selain itu, karya sastra bercorak modern juga memiliki ciri-ciri antara lain dapat melepaskan diri dari konteksnya, menghadirkan realisme sederhana, serta menggambarkan realitas dengan jelas dan terukur.

ALIRAN POSTMODERNISME
Postmodernisme adalah istilah yang sangat kontroversal. Di satu pihak istilah ini kerap digunakan dengan cara sinis dan berolok-olok, baik di bidang seni maupun filsafat, yaitu dianggap sebagai sekedar mode intelektual yang dangkal dan kosong atau sekedar refleksi yang bersifat reaksioner belaka  atas perubahan-perubahan sosial yang kini sedang berlangsung.
Postmodernisme memang merupakan istilah yang sangat longgar pengertiannya alias sangat ambigu juga. Ia digunakan untuk  ‘’memayungi’’ segala aliran pemikiran yang satu sama lain seringkali tidak persis saling berkaitan. Kiranya kita masih dapat mengidentifikasikannya, misalnya, ke dalam kelompok ‘’dekonstruktif’’ dan yang lain kelompok yang cenderung ‘’konstruktif’’ atau revisioner.
Nilai yang kiranya penting dari postmodernisme antara lain adalah bahwa dalam postmodernisme ini gagasan-gagasan dasar seperti ’’filsafat’’, ‘’rasionalitas’’ dan ‘’epistemologi’’ dipertanyakan kembali secara sangat radikal. Inti permasalahan yang dihadapi oleh filsafat dalam situasi postmodern terletak pada persoalan bahasa. Dan lebih lanjut, akan digunakan sebagai paradigma untuk mencari jalan keluar dari kemelut postmodern itu.     

                                          
Daftar pustaka :
Hadimadja Aoh K. 1972. Aliran-aliran Klasik, Romantik dan Realisma dalam Kesusastraan: dasar-dasar perkembangannja. Djakarta: Pustaka Jaya.
Faruk. 2003. Pengantar Sosiologi Sastra:dari Strukturalisme Genetik sampai Post Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Teeuw, A. 1989. Sastra Indonesia Modern II. Jakarta:Pustaka Jaya.
Sugiharto Bambang.2006. postmodernisme, Yogyakarta: Kanisius.
Teeuw, A., Sastera dan Ilmu Sastera, Jakarta:PT. Dunia Pustka Jaya, 1984.
Barginsky, V.I. , Yang Indah Berfaedah dan Kamal: Sejarah Sastra Melayu abad 7-19. Jakarta: Insis. 1998.
wellek, rene dan ausntin warren. 2014. Teori kesusastraan. Di indonesiakan oleh melani budianta.Jakarta
Wiyanto, asul. 2011. Terampil Menulis Paragraf. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Luxemburg, Bal Mieke, Westeinjn. 1992. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: P.T. Gramedia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar