APA ITU
SASTRA ?
Asul-usul untuk
mendefinisikan “sastra” tak terbilang jumlah, tetapi usul-usul yang
memuaskan tidak banyak. sastra
bukanlah sebuah benda yang kita jumpai, sastra adalah
sebuah nama yang dengan alasan
tertentu diberikan kepada sejumlah hasil tertentu dalam
suatu lingkungan kebudayaan. Kamil
ebih suka menyebut sejumlah faktor yang dewasa ini
mendorong para pembaca untuk
menyebut teks ini sastra dan teks ini bukan sastra.
Pengertian tentang sastra yang
berlaku pada zaman romantik tidak merupakan suatu
kesatuan. Tidak semua tokoh romantik
mempunyai pendapat yang sama mengenai sastra.
Sekali pun demikian kita dapat
menyebut beberapa ciri yang selalu muncul kembali.
a)
Sastra merupakan
sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan pertama-tama sebuah imitasi.
seniman menciptakan sebuah dunia baru,
meneruskan proses penciptaan di dalam semesta Sang ini, bahkan
menyempurnakannya. Sastra terutama merupakan suatu luapan emosi yang spontan.
b)
Sastra bersifat
otonom, tidak mengacu kepada sesuatu yang lain.
Sastra tidak bersifat komunikatif. Sang
penyair hanya mencari keselarasan di dalam karyanya sendiri.
c)
Sastra mengungkapkan
yang tak terungkap.
Oleh
puisi dan bentuk-bentuk sastra lainnya ditimbulkan aneka macam asosiasi dan
konotasi. Dalam sebuah teks sastra kita jumpai dengan sederetan arti yang dalam
bahasa sehari-hari tak dapat diungkapkan.
MENGAPA
SUATU TEKS DISEBUT TEKS SASTRA ?
Sebuah teks
bersifat sastra bila ia berfungsi sebagai sastra, yaitu bila sekelompok
pembaca, termasuk si peneliti,membaa
ca teks itu sebagai hasil sastra. Ada pendapat-pendapat
lain yang menganggap unsur
foregrounding, menekankan teks sendiri, sebagai ciri khas bagi
sastra. Dalam pandangan ini isi atau
fungsi referensial diikut sertakan.
Jakobson sendiri selalu menekankan
bahwa dalam setiap ungkapan bahasa, juga dalam
sebuah teks, semua faktor dari modul
komunikasi harus diikut sertakan. dominansi salah satu
fungsi menentukan dalam golongan
mana teks yang bersangkutan harus ditempatkan.
KARAKTERISTIK
TEKS SASTRA
1)
Sastra memiliki
tafsiran mimesis
artinya sastra yang
diciptakan harus mencerminkan kenyataan atau dapat dikatakan sastraitu karya
seni yang lahir berdasarkan pemikiran, pengalaman pribadi, semangat dan
keyakinan dalam diri manusia lalu diapresiasikan melalui tulisan yang melalui
makna bahasa
yang indah.
2)
Sastra harus
memiliki manfaat
Artinya dalam menciptakan sastra, sastra tersebut harus
memiliki manfaat bagi para
penikmatnya.
Suatu sastra akan memiliki kesan tersendiri apabila memiliki manfaat.
3)
Adanya unsur
fiksionalitas dalam sastra
Unsur fiksionalitas
adalah cerminan kenyataan. Artinya karya sastra yang tidak dibuat-buat, karena
karya sasta yang lahir dari sebuah kenyataan mengandung nilai seni yag tinggi,
memiliki makna dari
kehidupan yang nyata.
4)
Pemahaman bahwa
karya sastra merupakan sebuah karya seni
Jadi adanya karakteristik
sebagai seni kita dapat membedakan karya yang termasuk sastra dan bukan sastra.
Setelah memahami
dari 4 karakteristik tersebut dapat disimpulkan bahwa sastra harus
bertumpu pada kenyataan, karena
sastra bagian dari masyarakat. Hal ini mengidentifikasikan
bahwa sastra yang ditulis pada kurun
waktu tertentu memiliki tanda-tanda yang kurang lebih
sama dengan norma adat atau
kebiasaan yang lahir bersamaan dengan hadirnya sebuah
karya sastra.
BAHAN
BAKU TEKS SASTRA
Seorang pengarang
atau sastrawan dalam pembuatan karya sastra Juga perlu
mengolah bahan baku untuk
menghasilkan karya sastra. bahan baku karya sastra adalah
bahasa. Sastrawan mengolah bahasa
agar menjadi indah dan bernilai seni. Sebab,
keindahan itulah yang menyebabkan
karya sastra disebut karya seni, yaitu seni sastra.
Cara sastrawan menggunakan bahasa
untuk menulis karya sastra berbeda dengan
cara penulis lain untuk menghasilkan
karya ilmiah. Penulis karya ilmiah bertujuan
menyampaikan gagasan kepada pembaca.
Karena itu, kata-kata yang dipilih dalam
rakitan kalimatnya dibuat sedemikian
rupa agar pembaca karya ilmiah dapat cepat
menangkap dan memahami gagasan
penulis. Lain halnya dengan sastrawan. Sastrawan
menulis bukan hanya untuk menyampaikan
gagasan kepada pembaca, melainkan juga
menyampaikan
perasaannya.
PERKEMBANGAN
DEFINISI TEKS SASTRA
Yang dimaksud
dengan teks sastra adalah teks-teks yang disusun dengan tujuan
artistik dengan menggunakan bahasa.
Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan
dan bahasa tulis. Oleh karena itu,
ada sastra lisan dan ada pula sastra tulis.
Kajian ini berfokus pada kajian
sastra tulis. Teks sastra berdasarkan ragamnya
terdiri atas beberapa genre.
Klasifikasi genre sastra itu didasarkan atas dasar kategori situasi bahasa. Berdasarkan
situasi bahasa itulah sastra diklasifikasikan atas teks puisi, teks
naratif atau
prosa, dan teks drama.
BAHASA
SASTRA VS BAHASA KESEHARIAN
Bahasa sastra
menggunakan bahasa kedua, sedangkan bahasa ke seharian
menggunakan bahasa pertama. Karena
bahasa sastra adalah bahasa yang digunkan oleh
para sastrawan untuk membuat
beberapa buku, menggunakan bahasa baku, dan pemilihan
beberapa kata dan kalimat. Sedangkan
bahasa keseharian menggunakan bahasa yang
tidak menggunakan bahasa baku atau
bahasa percakapan yang sering dilakukan oleh
orang lain
atau masyarakat.
BAHASA
SASTRA VS BAHASA ILMIAH
Karya sastra dapat
dinikmati sampai kapanpun meskipun berbeda zaman , karena
terkandung nilai-nilai yang masih
relevan untuk dipelajari atau dipraktikkan. Sedangkan
nonsastra (ilmiah) akan berkembang
terus menerus dari waktu ke waktu. Bahasa sastra
adalah bahasa yang bersifat
khayal/imajinatif atau subjektif karena sastra dciptakan oleh
pengarang, dan pengarang tersebut
memiliki hak penuh dalam menciptakan suatu karya
sastra. Sedangkan bahasa ilmiah
(nonsastra yang lebih bersifat nyata atau objektif).
Karena hasil karya imliah dapat
diperoleh berdasarkan fakta-fakta yang sudah ada dan
disepakati kebenarannya secara umum.
KARAKTERISTIK
BAHAN BAKU TEKS SASTRA
Karakteristik
bahasa memiliki bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan konteks
penggunaannya. Purwadarminto
membedakan bahasa menjadi beberapa macam yaitu,
ragam bahasa umum dan ragam bahasa
khusus. Ragam bahasa umum adalah ragam
bahasa yang biasa digunakan untuk
berkomunikasi sehari-hari oleh manusia dalam suatu
masyarakat. Ragam bahasa khusus
dikelompokan menjadi beberapa macam, yaitu ragam
bahasa jurnalistik, ragam bahasa
jabatan, ragam bahasa ilmiah, dan ragam bahasa sastra.
Semuanya memiliki karakteristik atau
ciri-ciri yang berbeda-beda. Misalnya, ragam
bahasa jurnalistik memiliki
ciri-ciri singkat, padat, sederhana, lugas, jelas, jernih,
menarik, demokratis, populis, logis,
gramatikal, menghindari kata tutur, menghindari kata
dan istilah asing, pilihan kata
(diksi) yang tepat, menggunakan kalimat aktif, menghindari
kata atau istilah teknis, dan tunduk
pada etika dan kaidah yang berlaku di masyarakat.
HAKIKAT
FUNGSI SASTRA
Dalam menciptakan
sebuah karya sastra memiliki fungsi yang bertujuan bagi para pembaca
Dan pendengar. Fungsi karya sastra
adalah sebagai berikut...
·
Fungsi rekreatif adalah memberikan kesangan atau hiburan bagi pembacanya
·
Fungsi didaktfi adalah memberikan wawasan pengetahuan mengenai seluk-beluk
Kehidupan manusia bagi pembacanya
·
Fungsi estetis adalah sastra mampu memberikan keindahan pembacanya
·
Fungsi moralitas adalah memberikan pengetahuan bagi pembacanya mengenai moral
yang baik dan buruk.
·
Fungsi religius adalah sastra menghadirkan karya yang didalamnya mengandung
ajaran
agama yang diteladani oleh pembacanya.
KAIDAH
DULCE ET UTILE SUATU KARYA SASTRA
Sejarah estetika
dapat dilihat sebagai suatu dialektika. Tesis dan kontratesisnya adalah konsep
Horace dulce dan utile: puisi itu
indah dan berguna. Kalau dilihat secara terpisah, kedua kata sifat ini
memberikan gambaran yang keliru
tentang fungsi sastra. Pandangan bahwa puisi itu menghibur,
bertentangan dengan pandangan bahwa
puisi mengajarkan sesuatu. Pandangan bahwa puisi adalah
propaganda, bertentangan dengan
pandangan bahwa puisi semata-mata permainan bunyi dan citra,
tanpa acuan dunia nyata. Kalau kita
menganggap puisi sebagai kegiatan main-main , berarti kita tidak
menghargai ketekunan, keahlian dan
perencanaan sungguh-sungguh penyairnya dan kita tidak
menganggap puisi sebagai karya yang
serius dan penting. Jadi, fungsi seni harus dikaitkan pada dulce
maupun pada utile.
karya sastra
menurut Horace dalam Teeuw (1998:8) bersifat “Dulce et Utile” yang
berarti
menyenangkan dan bermanfaat. Dalam
karya sastra yang baik, pembaca akan mendapatkan
kesenangan dan kegunaan yang
diberikan oleh karya sastra yang berupa keindahan dan pengalaman- pengalaman
yang bernilai tinggi baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Darma
(2004:
9-10), Horace menganggap, karya seni
yang baik, termasuk sastra, selalu memenuhi dua butir criteria,
yaitu dulce et utile, artinya sastra
harus bagus, menarik, memberi kenikmatan. Di samping itu sastra
harus memberi manfaat atau kegunaan,
yaitu kekayaan batin, wawasan kehidupan, dan moral.
PENJABARAN
KARYA SASTRA BERSIFAT MENGHIBUR dan BERMANFAAT
dikaitkan dengan kondisi kontemporer Segi manfaat sastra tidak terletak pada
ajaran-ajaran moralnya. Le bossu mengira homer menulis lliad untuk itu, bahkan
hegel juga menemukan hal yang sama dalam drama-tragedi kesukaannya, Antigone.
“Bermanfaat” dalam arti luas sama dengan “tidak membunga-buang waktu”, bukan
sekedar “kegiatan iseng” jadi, sesuatu
yang perlu mendapat perhatian serius. “menghibur” sama dengan “tidak
membosankan”, “bukan kewajiban” dan “ memberikan kesenangan”. Kita bisa
mengatakan bahwa semua karya seni ”manis” dan sekaligus “bermanfaat” bagi
setiap penikmatnya: bahwa perenungan yang diberikan oleh seni lebih dahsyat
dari perenungan yang dapat dilakukan sendiri oleh masing-masing penikmat
seni.pengertian seni mengartikulasikan perenungan itu memberikan rasa senang,
dan pengalaman mengikuti artikulasi itu memberikan rasa lepas. Kalau suatu
karya sastra berfungsi sesuai dengan sifatnya, kedua segi tadi (kesenangan dan
manfaat) buka hanya harus ada, melainkan harus saling mengisi. Kesenangan yang
diperoleh dari sastra bukan seperti kesengangan fisik lainnya, melainkan
kesenangan yang lebih tinggi, yaitu kontemplasi yang tidak mencari keuntungan.
Sedangkan manfaatnya - keseriusan, bersifat didaktis -adalah keseriusan yang
menyenangkan dan keseriusan estetis.
GENRE
SASTRA MODERN
Genre dapat dipahami sebagai suatu macam atau tipe
kesastraan yang memiliki seperangkat karakteristik umum, atau kategori
pengelompokan karya sastra yang biasanya berdasarkan style, bentuk, atau isi.
Istilah genre perlu diterapkan untuk pembagian jenis secara historis menjadi
tragedy dan komedi. Plato dan aristoteles telah membagi ketiga kategori modern
menurut “cara menirukan” (atau mewujudkan): puisi lirik adalah pesona penyair
seendiri, dalam puisi epik (atau novel) pengarang berbicara sebagai dirinya
sendiri, sebagai narator, dan membuat para tokohnya berbicara dalam wacana
langsung (naratif campuran), sedangkan dalam drama, pengarang menghilang
dibalik tokoh-tokohnya. Genre harus dilihat sebagai pengelompokan karya sastra,
yang secara teoretis didasarkan pada bentuk luar (mantra atau struktur
terrtentu) dan pada bentuk dalam (sikap, nada, tujuan, dan yang lebih kasar,
isi, dan khayalak pembaca). Kita mungkin cenderung untuk tidak melanjutkan
sejarah genre setelah abad ke-18, karena setelah abad ke-18, orang tidak
mengharapkan lagi bahwa puisi di buat dengan struktur pola yang berulang.
KARAKTERISTIK
SASTRA MODERN
Ciri-ciri
sastra modern antara lain :
1) Tidak
terikat oleh adat istiadat atau lebih fleksibel
2) Tema
ceritanya rasional
3) Proses
perkembangannya dinamis, yaitu melalui media cetak dan audiovisual
4) Tidak
terikat dengan kaidah buku dan menggunakan bahasa yang lebih bebas
5)
Mencantumkan nama pengarangnya
6)
Berhubungan dengan kondisi social masyarakat
PEMBAGIAN GENRE SASTRA MODERN BERDASARKAN
BERBAGAI
PENDAPAT PAKAR SASTRA
Ø Teeuw (1984: 110-113)
juga mencatat pendapat beberapa pakar yang mempermasalahkan dinamika jenis sastra, sebagai berikut :
· Menurut Culler, pada
asasnya fungsi konvensi jenis sastra ialah mengadakan perjanjian antara
penulis dan pembaca, agar terpenuhi
harapan tertentu yang relevan, dan dengan demikian
dimungkinkan sekaligus penyesuaian
dengan dan penyimpangan dari ragam keterpahaman yang
telah diterima.
· Menurut Todorov, batasan
jenis sastra oleh karena itu merupakan suatu kian kemari yang terus
menerus antara deskripsi fakta-fakta dan abstraksi teori. setiap karya
agung, per definisi,
menciptakan jenis sastranya sendiri. Setiap karya agung menetapkan
terwujudnya dua jenis,
kenyataan dan norma, norma jenis yang dilampauinya yang menguasai sastra
sebelumnya, dan
norma jenis yang diciptakannya.
· Menurut Claudio Guillen,
jenis sastra adalah undangan atau tantangan untuk melahirkan wujud.
Konsep jenis memandang ke depan dan ke
belakang sekaligus. Ke belakang ke karya sastra yang
sudah ada dan ke depan ke calon
penulis.
· Demikian juga menurut
Hans Robert Jausz, bahwa jenis sastra per definisi tidak bisa hidup untuk
selamanya, karya agung justru melampaui batas konvensi yang berlaku dan
membuka
kemungkinan baru untuk perkembangan jenis sastra. Jenis sastra bukanlah
sistem yang beku,
kaku, tetapi berubah terus, luwes dan lincah. Peneliti sastra harus
mengikuti perkembangan itu
dalam penelitiannya. Teeuw menambahkan bahwa dalam penelitian sistem
jenis sastra, tidak
ada garis pemisah yang jelas antara pendekatan diakronik dan sinkronik:
karya sastra selalu
berada dalam ketegangan dengan karya-karya yang diciptakan sebelumnya.
Ø Asia Padmopuspito (1991:
2) mengutip beberapa definisi genre sastra dari beberapa pakar sastra, antara
lain sebagai berikut :
· Menurut Shipley, genre
adalah jenis atau kelas yang di dalamnya termasuk karya sastra. Hasry
Shaw menyatakan bahwa genre adalah
kategori atau kelas usaha seni yang memiliki bentuk,
teknik atau isi khusus. Di antara
genre dalam sastra termasuk novel, cerita pendek, esai, epik,
dsb.
· Menurut Hirsch, cara
terbaik untuk mendefinisikan genre ialah dengan melukiskan unsur-unsur
di dalam kelompok teks sempit yang
mempunyai hubungan sejarah secara langsung.
CONTOH-CONTOH TEKS SASTRA MODERN
1) Puisi adalah, karya estetis yang
bermakna, yang mempunyai arti, bukan hanya sesuatu
yang
kosong tanpa makna.
2) Drama adalah, karangan yang
menggambarkan kehidupan dan watak manusia dalam bertingkah
laku
yang dipentaskan dalam beberapa babak. Seni drama sering disebut seni teater.
3) Cerpen adalah, karangan pendek
berbentuk prosa. Dalam cerpen dikisahkan sepenggal
kehidupan
tokoh, baik yang mengharukan, menyedihkan. menggembirakan, atau berupa
pertikaian
dan mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan.
SITUASI
BAHASA GENRE SASTRA MODERN
Dalam masyarakat modern sastra makin dilepaskan dari situasi
komunikasi yang normal. Sastra menjadi urusan si pembaca secara sangat
individual; buku adalah sesuatu yang dibaca, dinikmati, dinilai sendiri saja.
Sastra adalah tulisan, ecriture, perkembangan sastra modern sangat dipengaruhi
oleh perkembangan melek huruf. Obiechina, seorang ahli sastra Afrika Barat
dalam analisa roman-roman Afrika Barat memberikan kupasan yang sangat baik
tentang pengaruh melek huruf atas perkembangan novel sebagai jenis sastra.
kemungkinan dan keperluan untuk menyimpang dan mengejutkan dalam sastra tulisan
besar. Dapat dikatakan bahwa secara umum yang menjadi kriteria nilai yang
tertinggi dalam dunia modern adalah yang baru. Semua baik, asal baru
(bandingkanlah dunia periklanan yang mengeksploitasi kebutuhan manusia modern
akan yang baru). Akibatnya dalam sastra modern kebebasan dan kebutuhan para
seniman untuk merombak sistem sastra jauh lebih besar dan lebih radikal (yakni
sampai akarnya) dari pada di jaman lampau. Sistem itu sendiri tidak jelas lagi,
kabur dan kacau batasnya, demikian pula batas-batas jenis sastra. Hal itu jelas
kelihatan di Indonesia; cerpen mini Arswendo Atmowiloto dan kawan-kawan, yang
bukan cerpen lagi, sajak Sutardji Calzoum Bachri dan Sapardi Djoko Damono yang
bukan sajak lagi, drama-drama yang sengaja dibebasskan dari “beban cerita”,
dari rangka sastra (Ikranagara), roman yang bukan roman lagi, (Iwan
Simatupang). Situasi ini menjadi lebih ruwet lagi oleh karena makin lama makin
banyak pengarang yang menjadi ahli teori sasstra dan sebaliknya, pengarang sekarang
secara insaf dan sadar merombak sistem, membebaskan diri dari ikatan konvensi,
dari ikatan sistem bahasa dan sastra. Dimana-mana interaksi antara praktek
sastra dan teori sastra makin erat dan kuat.
GENRE
SASTRA KLASIK NUSANTARA
sastra Melayu klasik memeliki
heterogenitas dalam sisi fungsional terhadap para pembaca. Dalam kesusastraan
melayu klasik terjadi sebuah perkembangan sastra yang cukup pesat. Diantara
beberapa karya sastra melayu klasik yang dapat digolongkan dalam lingkup faedah
adalah dari beberapa genre sastra sebagai berikut : hikayat berbingkai, hikayat
bahtiar, hikayat pelanduk jenaka, karya sastra tersebut bertujuan untuk
membimbing tingkah laku orang melayu secara benar. Ada tiga aspek yang bisa
dibedakan dari masing-masing karya sastra ditinjau dari aspek resepsinya
terhadap pembaca.
1.
aspek estetika atau
keindahan
karya sastra bisa dikatakan memiliki aspek
estetika jika sastra tersebut mampu membangkitkan keseimbangan perasaan dalam
jiwa pembacanya, dengan jalan mempengaruhinya melalui keindahan yang inheren
pada struktur verbal dan struktur mental karangan sastra, melalui keindahan
bunyi dan isinya.
2.
aspek faedah atau
didaktis
karya sastra bisa dikatakan memiliki aspek
faedah atau didaktis jika sastra tersebut mampu mempengaruhi akal pikiran
pembacanya, mampu menggiring pikiran pembaca.
3.
aspek kesempurnaan
rohani
karya sastra
bisa dikatakan memiliki aspek faedah atau didaktis jika sastra tersebut mampu
meneguhkan iman pembaca, menjelaskan hukum agama, dogma dan metafisika Islam
kepadanya, sehingga pembaca menjadi lebih baik keteguhan imannya.
Pemaparan
yang telah disajikan dalam makalah ini juga menunjukkan bahwa kesusastraan
Melayu klasik mengalami perkembangan yang sangat pesat. Muli dari proses
tarnsisi budayanya dari hinduisme-budhiesme menuju Islam. Kesusastraan Melayu
klasik mencapai puncak keemasannya sejalan dengan berkembang pesatnya ajaran
Islam di Nusantara. Dari berbagai karya sastra yang dihasilkan, karya sastra
yang bercorak tasawuf lebih mendonisasi, baik sastra prosa maupun puisi. Hal
ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh Islam khususnya tasawuf dalam diri para
sastrawan Melayu klasik.
KARAKTERISTIK
SASTRA KLASIK NUSANTARA
Ciri umum pada Sastra melayu klasik :
1.
mayoritas hasil sastranya
merupakan saduran atau terjemahan dari sastra Arab dan Parsi, biasanya
dikerjakan oleh ulama Nusantara yang belajar ke mekkah, atau pedagang yang
telah menetap lama di Nusantara.
2.
kebanyakan tidak menyebutkan tanggal, waktu,
maupun pengarangnya, hal inilah yang menjadi kendala dalam merekonstruksinya
dari awal sampai akhir. Tetapi, sastra tersebut masih dapat diidentifikasi lewat
huruf, gaya bahasa, dan latar kejadian.
3.
karya sastra melayu klasik yang muncul pada
zaman kesultanan ini umumnya membawa corak Tasawuf, al-Attas (1972) menyatakan
bahwa dalam karya-karya mereka, Islam yang dihadirkan adalah Islam yang
ditafsirkan mengikuti konsep-konsep Metafisika dan Teologi Sufi.
4.
Bersifat lisan
5.
Bersifat istana sentris,
bersumber dari kehidupan istana atau para raja
6.
Penyebarannya secara lisan
CONTOH
TEKS/LISAN SASTRA KLASIK NUSANTARA
1.
Talibun
sejenis puisi
lama seperti pantun karena mempunyai sampiran dan isi, tetapi lebih dari 4
baris ( mulai dari 6 baris hingga 20 baris). Berirama abc-abc, abcd-abcd,
abcde-abcde, dstnya.
Contoh :
jalan-jalan membeli
celana
celana dibeli model terkini
kubawanya dengan erat
kini engkau jauh di sana
sedih terasa hati ini
menahan rindu begitu berat
2.
Karmina
jenis pantun singkat yang terdiri hanya 2
baris saja. Pantun karmina berpola a-a.
contoh :
pohon jati burung dara
hati-hati banyak bicara
SITUASI
GENRE SASTRA KLASIK NUSANTARA
Sastra Melayu atau Kesusastraan
Melayu adalah sastra yang hidup dan berkembang di kawasan Melayu. Sastra Melayu
mengalami perkembangan dan penciptaan yang saling mempengaruhi antara satu
periode dengan periode yang lain. Situasi masyarakat pada jaman sebelum Hindu,
jaman Hindu, jaman peralihan dari Hindu ke Islam, dan jaman Islam, berpengaruh
kuat pada hasil-hasil karya sastra Melayu. Terjadi hubungan yang erat antara
tahap perkembangan, kehadiran genre, dan faktor lain di luar karya sastra.
Sastra Melayu berkembang pesat
pada jaman Islam dan sesudahnya, karena tema-tema yang diangkat seputar
kehidupan masyarakat Melayu, meskipun beberapa ada pengaruh asing. Sebelum
jaman Islam, konteks penceritaannya lebih berorientasi ke wilayah di luar
Melayu, yaitu India dengan latar belakang kebudayaan Hindu.
Yang dimaksud dengan Sastra Melayu
Klasik adalah sastra yang hidup dan berkembang di daerah Melayu pada masa
sebelum dan sesudah Islam hingga mendekati tahun 1920-an di masa Balai Pustaka.
Masa sesudah Islam merupakan zaman dimana sastra Melayu berkembang begitu pesat
karena pada masa itu banyak tokoh Islam yang mengembangkan sastra Melayu.
Kesusastraan Melayu sebelum Islam
tidak ada nuansa Islam sama sekali dan bentuknya adalah sastra lisan. Isi dan
bentuk sastranya lebih banyak bernuansa animisme, dinamisme, dan Hindu-Budha,
dan semua hasil karya tersebut dituangkan dalam bentuk prosa dan puisi. Untuk
puisi, tampak tertuang ke dalam wujud pantun, peribahasa, teka-teki, talibun,
dan mantra. Bentuk yang terakhir ini (mantra), sering dikenal dengan jampi
serapah, sembur, dan seru. Sedangkan bentuk prosa, tampak tertuang dalam wujud
cerita rakyat yang berisi cerita-cerita sederhana dan berwujud memorat (legenda
alam gaib yang merupakan pengetahuan pribadi seseorang), fantasi yang
berhubungan dengan makhluk-makhluk halus, hantu dan jembalang.
Perkembangan kesusastraan Melayu
sesudah kedatangan Islam ditandai dengan penggunaan Huruf Arab yang kemudian
disebut Tulisan Jawi atau Huruf Jawi, yang dalam perkembangannya dikenal dengan
istilah Arab Melayu. Hal ini dikarenakan masyarakat Melayu merasa bahwa tulisan
tersebut telah menjadi milik dan identitasnya. Huruf Jawi ini diperkenalkan
oleh para pendakwah Islam untuk membaca al-Qur`an dan menelaah berbagai jenis
kitab dari berbagai disiplin ilmu. Perkembangan penulisan ini sangat pesat
karena Islam memperbolehkan semua orang untuk menulis dalam berbagai bidang.
ALIRAN
KLASIK
Aliran Klasik adalah aliran yang
menampilkan gambar secara klasik, serta memiliki karakter dan ciri tersendiri.
Aliran Klasik banyak terpampang di nusantara maupun di mancanegara. Aliran ini
biasanya mengacu pada Yunani dan Romawi. Awal mula aliran klasik ini
muncul di Eropa, sekitar tahun 3000 SM sampai abat 17 dan 18 yaitu pada zaman
Yunani hingga zaman Barok dan Rokoko dengan adanya gaya arsitektur klasik
Eropa.
Aliran klasikisme ini sangat
diminati dikarenakan memiliki arsitektur unik, klasik dan dianggap sebagai
arsitektur yang bermutu tinggi, sehingga gaya baru ( neo klasikisme ) seakan
hilang dan aliran klasikisme semakin kuat.
Ciri - ciri :
- Lukisan terikat pada norma-norma intelektual akademis.
- Bentuk selalu seimbang dan harmonis.
- Batasan-batasan warna bersifat bersih dan statis.
- Raut muka tenang dan berkesan agung.
- Berisi cerita lingkungan istana.
- Cenderung dilebih-lebihkan.
Tokoh - Tokoh :
- Bartholome Vignon ( 1762 – 1846 )
- Leonardo Da Vinci
- Michel Angelo
- Jaques Lovis David ( 1974 – 1825 )
- Jan Ingles ( 1780 – 1867 )
ALIRAN ROMANTIK
Aliran romantik adalah sebuah gerakan seni, sastra dan
intelektual yang berasal dari Eropa Barat abad ke-18 pada masa Revolusi
Industri. Gerakan ini sebagian merupakan revolusi melawan norma-norma
kebangsawanan, sosial dan politik dari periode pencerahan dan reaksi terhadap
rasionalisasi terhadap alam, dalam seni dan sastra.
Kata Romantik ada hubungannya dengan arti asli yang
disandang oleh kata roman di Abad pertengahan, ialah suatu cerita dalam bahasa
rakyat yaitu “bahasa roman”. Roman abad pertengahan terutama berupa cerita
kesatria, kebanyakan ditulis dalam bentuk sajak. Setelah beberapa waktu
ciri-ciri yang menandai cerita ini bergeser manjadi: kejadian-kejadian tegang
dan sering manjadi tidak masuk akal serta perasaan luhur tentang kehormatan dan
cerita “kebangsawanan” yang langsung di hubungkan dengan pengertian “roman” dan
“romantik.
Dimana Romantik dimulai? Ada yang berpendapat lahirnya
di Inggris, tetapi ada juga yang berpendapat di Jerman. Tetapi orang sepakat,
bahwa yang disebut sebagai Bapak Gerakan Romantik yaitu Jean-Jacques Rosseu
(1712-1778) seorang filsuf prancis kelahiran Jenewa, Swiss. Ayahnya seorang
pengrajin arloji. Riwayat hidupnya sangat dramatis, penuh gejolak emosional dan
petualangan. Filsuf ini berkelana kemana-mana, menulis karya-karya yang
membuatnya dicurigai karena wataknnya yang tidak stabil, mudah menangis dan
gampang curiga. Roman ciptaannya yang terkenal adalah La Nouvelle Heloise.
ALIRAN REALISME
Aliran ini mengutamakan realitas kehidupan. Sastra
realis merupakan kutub seberang dari sastra imajis. Apa yang diungkapkan para
pengarang realis adalah hal-hal yang nyata, yang pernah terjadi, bukan
imajinatif belaka. Biografi, otobiografi, true-story, album kisah nyata, roman
sejarah, bisa kita masukkan ke sini. Sastra realis juga berbeda dengan berita
surat kabar atau laporan kejadian, karena ia tidak semata-mata realistik.
Sebagai karya sastra, ia pun dihidupkan oleh pijar imajinasi dan plastis bahasa
yang memikat.
Novel “Fatimah“ karya Titie Said, “Rindu Ibu adalah
Rinduku” karya Motinggo Boesye, “Bilik-bilik Muhammad” karya A.R.Baswedan, skenario
“Arie Anggara“ karya Arswendo Atmowiloto, novel biografis “Pangeran dari
Seberang“ karya N.H.Dini tentang Amir Hamzah, novel “Dari Hari ke Hari“ Mahbub
Junaidi, “ Guruku Orang Pesantren “ Syaifuddin Zuhri merupakan sekadar contoh
sastra realis ini. Ia berusaha berjujur terhadap kenyataan, tetapi hal-hal yang
peka, diungkapkan dengan cukup etis dan sublim. M.H. Abrams dalam kamusnya “
Glossary of Literary Terms “ menyebutkan bahwa realisme digunakan dalam 2
pengertian :
a. Untuk mengidentifikasi gerakan sastra pada abad XIX, khususnya
prosa fiksi.
b. Menunjukkan cara penggambaran kehidupan di dalam sastra. Fiksi
realistik sering dioposisikan dengan fiksi romantik. Di dalam romantik
disajikan kehidupan yang lebih indah, lebih berani mengambil resiko, dan lebih
heroik, dari pada yang nyata.
ALIRAN MODERNISME
Modernisme di Indonesia sendiri bermula dari kaum
pergerakan atau awal mula pergerakan nasional. Dalam kaitannya dengan sastra
Indonesia, perkembangan sastra modern diawali dengan terbitnya lewat novel Azab
dan Sengsara karya Merari Siregar. Karya-karya awal yang mengandung unsur
modernisme juga dapat kita lihat misalnya dalam Layar Terkembang karangan Sutan
Takdir Alisjahbana dan Belenggu karangan Armijn Pane.
Layar Terkembang mengangkat tentang berbagai masalah wanita
Indonesia, perlunya kesadaran wanita dalam memperjuangkan kesetaraan gender,
serta banyak memperkenalkan masalah-masalah baru tentang perbenturan kebudayaan
barat dan kebudayaan timur. Meski, ada kecenderungan bahwa ajakan modernitas
STA dalam Layar Terkembang cenderung bersifat slogan, sedangkan konsep
modernisme Armijn Pane dalam Belenggu lebih merupakan pemaknaan.
Sutan Takdir Alisjahbana adalah tokoh modernisme terpenting pada masa Pujangga Baru. Modernisme, Universalisme, serta Humanisme memang menjadi mainstream pemikiran saat itu, hingga kemudian dimulailah proyek modernisme di Indonesia baik oleh para pemimpin bangsa maupun para sastrawan Indonesia. Sastra harusnya menyuarakan semangat zaman dan melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan semangat modernisme.
Sutan Takdir Alisjahbana adalah tokoh modernisme terpenting pada masa Pujangga Baru. Modernisme, Universalisme, serta Humanisme memang menjadi mainstream pemikiran saat itu, hingga kemudian dimulailah proyek modernisme di Indonesia baik oleh para pemimpin bangsa maupun para sastrawan Indonesia. Sastra harusnya menyuarakan semangat zaman dan melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan semangat modernisme.
Pemahaman para sastrawan Indonesia mengenai modernisme
ini sendiri telah memunculkan dua buah mazhab sastra yakni sastra
universalisme, dengan tokoh-tokohnya, Chairil Anwar dan Armiyn Pane, dan sastra
yang bersumber dari tradisi, dengan tokohnya Ajip Rosidi dan WS Rendra. Meski,
dalam satu mahzab itu pun sebenarnya para tokohnya juga tidak memiliki
pemahaman yang sepenuhnya sama, misal antara, Ajip Rosidi dan WS Rendra. Namun,
yang sering tidak terbaca oleh sejarah kesusastraan Indonesia adalah sebuah
aliran lain, kutub yang ketiga dalam sastra Indonesia. Kutub inilah yang
merupakan awal mula pelopor realisme sosial seperti yang terlihat dalam
esai-esai A.S. Dharta.
Ciri umum modernisme adalah berfikir secara positivistik atau absolut, mengutamakan universalitas nilai, memandang kebenaran bersifat tunggal, semua dipandang dengan oposisi benar, serta pemaknaan terhadap sesuatu yang cenderung merupakan dalil baku. Dalam sastra Indonesia, karya sastra yang bercorak modern biasanya bersifat universal, tidak terikat oleh ruang dan waktu. Hal ini erat kaitannya dengan asas Pujangga Baru, yaitu humanisme universal. Persoalan yang diangkat dalam karya sastra adalah persoalan semua orang kapanpun dan dimanapun. Selain itu, karya sastra bercorak modern juga memiliki ciri-ciri antara lain dapat melepaskan diri dari konteksnya, menghadirkan realisme sederhana, serta menggambarkan realitas dengan jelas dan terukur.
Ciri umum modernisme adalah berfikir secara positivistik atau absolut, mengutamakan universalitas nilai, memandang kebenaran bersifat tunggal, semua dipandang dengan oposisi benar, serta pemaknaan terhadap sesuatu yang cenderung merupakan dalil baku. Dalam sastra Indonesia, karya sastra yang bercorak modern biasanya bersifat universal, tidak terikat oleh ruang dan waktu. Hal ini erat kaitannya dengan asas Pujangga Baru, yaitu humanisme universal. Persoalan yang diangkat dalam karya sastra adalah persoalan semua orang kapanpun dan dimanapun. Selain itu, karya sastra bercorak modern juga memiliki ciri-ciri antara lain dapat melepaskan diri dari konteksnya, menghadirkan realisme sederhana, serta menggambarkan realitas dengan jelas dan terukur.
ALIRAN POSTMODERNISME
Postmodernisme adalah istilah yang sangat kontroversal.
Di satu pihak istilah ini kerap digunakan dengan cara sinis dan berolok-olok,
baik di bidang seni maupun filsafat, yaitu dianggap sebagai sekedar mode
intelektual yang dangkal dan kosong atau sekedar refleksi yang bersifat
reaksioner belaka atas perubahan-perubahan sosial yang kini sedang
berlangsung.
Postmodernisme memang merupakan istilah yang sangat
longgar pengertiannya alias sangat ambigu juga. Ia digunakan untuk
‘’memayungi’’ segala aliran pemikiran yang satu sama lain seringkali tidak
persis saling berkaitan. Kiranya kita masih dapat mengidentifikasikannya,
misalnya, ke dalam kelompok ‘’dekonstruktif’’ dan yang lain kelompok yang
cenderung ‘’konstruktif’’ atau revisioner.
Nilai yang kiranya penting dari postmodernisme antara
lain adalah bahwa dalam postmodernisme ini gagasan-gagasan dasar seperti
’’filsafat’’, ‘’rasionalitas’’ dan ‘’epistemologi’’ dipertanyakan kembali
secara sangat radikal. Inti permasalahan yang dihadapi oleh filsafat dalam
situasi postmodern terletak pada persoalan bahasa. Dan lebih lanjut, akan
digunakan sebagai paradigma untuk mencari jalan keluar dari kemelut postmodern
itu.
Daftar pustaka :
Hadimadja Aoh K. 1972. Aliran-aliran Klasik, Romantik dan Realisma dalam Kesusastraan: dasar-dasar perkembangannja. Djakarta: Pustaka Jaya.
Hadimadja Aoh K. 1972. Aliran-aliran Klasik, Romantik dan Realisma dalam Kesusastraan: dasar-dasar perkembangannja. Djakarta: Pustaka Jaya.
Faruk. 2003. Pengantar Sosiologi Sastra:dari Strukturalisme
Genetik sampai Post Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Teeuw, A. 1989. Sastra Indonesia Modern II. Jakarta:Pustaka
Jaya.
Sugiharto Bambang.2006. postmodernisme, Yogyakarta:
Kanisius.
Teeuw, A., Sastera dan Ilmu Sastera, Jakarta:PT. Dunia
Pustka Jaya, 1984.
Barginsky, V.I. , Yang Indah Berfaedah dan Kamal: Sejarah
Sastra Melayu abad 7-19. Jakarta: Insis. 1998.
wellek, rene dan ausntin warren. 2014. Teori kesusastraan.
Di indonesiakan oleh melani budianta.Jakarta
Wiyanto, asul. 2011. Terampil Menulis Paragraf. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama
Luxemburg, Bal Mieke, Westeinjn. 1992. Pengantar Ilmu
Sastra. Jakarta: P.T. Gramedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar